Oleh: Ustadz Abdullah Zaen, Lc, MA
KHUTBAH PERTAMA:
إِنَّ الْحَمْدَ للهِ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ وَنَعُوْذُ بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَسَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا مَنْ يَهْدِهِ اللهُ فَلاَ مُضِلَّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْ فَلاَ هَادِيَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّداً عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ.
“يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُواْ اتَّقُواْ اللّهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلاَ تَمُوتُنَّ إِلاَّ وَأَنتُم مُّسْلِمُونَ”.
“يَا أَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُواْ رَبَّكُمُ الَّذِي خَلَقَكُم مِّن نَّفْسٍ وَاحِدَةٍ وَخَلَقَ مِنْهَا زَوْجَهَا وَبَثَّ مِنْهُمَا رِجَالاً كَثِيراً وَنِسَاء وَاتَّقُواْ اللّهَ الَّذِي تَسَاءلُونَ بِهِ وَالأَرْحَامَ إِنَّ اللّهَ كَانَ عَلَيْكُمْ رَقِيباً”.
“يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَقُولُوا قَوْلاً سَدِيداً . يُصْلِحْ لَكُمْ أَعْمَالَكُمْ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ وَمَن يُطِعْ اللَّهَ وَرَسُولَهُ فَقَدْ فَازَ فَوْزاً عَظِيماً”.
أَمَّا بَعْدُ، فَإِنَّ خَيْرَ الْحَدِيثِ كِتَابُ اللَّهِ، وَخَيْرُ الْهُدَى هُدَى مُحَمَّدٍ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، وَشَرُّ الْأُمُورِ مُحْدَثَاتُهَا، وَكُلُّ بِدْعَةٍ ضَلَالَةٌ.
Jama’ah Jum’at rahimakumullah…
Mari kita tingkatkan ketaqwaan kepada Allah ta’ala dengan ketaqwaan yang sebenar-benarnya; yaitu mengamalkan apa yang diperintahkan oleh-Nya dan Rasul-Nya shallallahu’alaihiwasallam serta menjauhi apa yang dilarang oleh-Nya dan Rasul-Nya shallallahu’alaihiwasallam.
Jama’ah Jum’at yang semoga dimuliakan Allah…
Banyak kejadian sejarah yang meninggalkan pesan, kesan dan pelajaran berharga untuk kita. Apalagi seandainya obyek sejarah tersebut adalah orang-orang besar. Terlebih lagi jika sejarah itu berbicara tentang manusia teragung sepanjang masa; Rasulullah shallallahu’alaihiwasallam. Namun demikian, realita yang ada amatlah memprihatinkan. Sejarah Nabi shallallahu’alaihi wasallam dibaca hanya di ritual-ritual tertentu yang amat jarang, yang dalam setahun bisa dihitung dengan jari.
Ini baru intensitas pembacaannya yang dikritisi. Belum jika kita cermati sejauh mana pesan sejarah tersebut digali, dipahami lalu diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari? Ironis memang, di tengah gempuran dahsyat budaya dan peradaban barat, masih banyak kalangan yang kerap berkomat-kamit membaca sejarah nabinya hanya bagaikan mantra-mantra yang tidak dipahami maknanya. Hanya kepada Allah sajalah kita mengadu…
Hadirin dan hadirat rahimakumullah…
Di antara penggalan sejarah yang bertaburkan banyak hikmah mulia dan pesan istimewa; kejadian meninggalnya Nabi kita Muhammad shallallahu’alaihiwasallam.
Peristiwa wafatnya Rasulullah shallallahu’alaihiwasallam merupakan musibah terbesar umat ini dan menorehkan duka yang begitu mendalam di hati mereka. Namun detik-detik peristiwa wafatnya Rasulullah shallallahu’alaihiwasallam dan berbagai kejadian di hari-hari terakhir beliau di dunia yang fana ini, memberikan begitu banyak pelajaran berharga untuk kita.[1]
Saat beliau menderita sakit parah menjelang wafatnya, para sahabat datang silih berganti untuk membesuk. Di antara mereka, adalah Abu Sa’id al-Khudry radhiyallahu’anhu. Dia bercerita,
“دَخَلْتُ عَلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَهُوَ يُوعَكُ، فَوَضَعْتُ يَدِي عَلَيْهِ، فَوَجَدْتُ حَرَّهُ بَيْنَ يَدَيَّ فَوْقَ اللِّحَافِ”.
“Aku mengunjungi Nabi shallallahu’alaihiwasallam, saat beliau dalam keadaan sakit parah. Aku pun meletakkan tanganku di atasnya. Hingga aku bisa merasakan panasnya tubuh beliau, padahal saat itu aku meletakkan tanganku di atas selimut yang dipakainya”. HR. Ibnu Majah (IV/111 no. 4096 no. 4096) dan sanadnya dinilai sahih oleh al-Bushiry.
Dalam kondisi separah itu, Rasulullah shallallahu’alaihiwasallam masih tetap pergi ke masjid untuk mengimami para sahabatnya. Ummul Fadhl radhiyallahu’anha bercerita,
“خَرَجَ إِلَيْنَا رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَهُوَ عَاصِبٌ رَأْسَهُ فِي مَرَضِهِ، فَصَلَّى الْمَغْرِبَ فَقَرَأَ بِالْمُرْسَلَاتِ. قَالَتْ: فَمَا صَلَّاهَا بَعْدُ حَتَّى لَقِيَ اللَّهَ”.
“Saat sakit, Rasulullah shallallahu’alaihiwasallam keluar (dari rumahnya) menuju ke kami (yang saat itu sedang menunggu di masjid). Beliau mengikatkan kain di kepalanya (untuk mengurangi rasa pening). Lalu beliau mengimami kami shalat Maghrib, dan membaca surat al-Mursalat. Itulah shalat Maghrib terakhir beliau sebelum bertemu dengan Allah”. HR. Tirmidzy (hal. 86 no. 308) dan dinyatakan hasan sahih oleh beliau.
Perlu dicatat di sini bahwa surat al-Mursalat terdiri dari lima puluh ayat!
Sidang Jum’at yang diberkahi Allah…
Bagaimana dengan hari-hari terakhir beliau setelah menunaikan shalat di rumahnya? Mari kita dengarkan Ummul mukminin Aisyah radhiyallahu’anha mengisahkannya,
“ثَقُلَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ: “أَصَلَّى النَّاسُ؟”. قُلْنَا: “لَا هُمْ يَنْتَظِرُونَكَ”. قَالَ: “ضَعُوا لِي مَاءً فِي الْمِخْضَبِ”. قَالَتْ: فَفَعَلْنَا فَاغْتَسَلَ فَذَهَبَ لِيَنُوءَ فَأُغْمِيَ عَلَيْهِ.
ثُمَّ أَفَاقَ فَقَالَ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: “أَصَلَّى النَّاسُ؟” قُلْنَا: “لَا، هُمْ يَنْتَظِرُونَكَ يَا رَسُولَ اللَّهِ”. قَالَ: “ضَعُوا لِي مَاءً فِي الْمِخْضَبِ” قَالَتْ فَقَعَدَ فَاغْتَسَلَ ثُمَّ ذَهَبَ لِيَنُوءَ فَأُغْمِيَ عَلَيْهِ.
ثُمَّ أَفَاقَ فَقَالَ: “أَصَلَّى النَّاسُ؟” قُلْنَا: “لَا هُمْ يَنْتَظِرُونَكَ يَا رَسُولَ اللَّهِ”. فَقَالَ: “ضَعُوا لِي مَاءً فِي الْمِخْضَبِ” فَقَعَدَ فَاغْتَسَلَ ثُمَّ ذَهَبَ لِيَنُوءَ فَأُغْمِيَ عَلَيْهِ.
ثُمَّ أَفَاقَ فَقَالَ: “أَصَلَّى النَّاسُ؟” فَقُلْنَا: “لَا هُمْ يَنْتَظِرُونَكَ يَا رَسُولَ اللَّهِ” وَالنَّاسُ عُكُوفٌ فِي الْمَسْجِدِ يَنْتَظِرُونَ النَّبِيَّ عَلَيْهِ السَّلَام لِصَلَاةِ الْعِشَاءِ الْآخِرَةِ, فَأَرْسَلَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِلَى أَبِي بَكْرٍ بِأَنْ يُصَلِّيَ بِالنَّاسِ. فَأَتَاهُ الرَّسُولُ فَقَالَ: “إِنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَأْمُرُكَ أَنْ تُصَلِّيَ بِالنَّاسِ” فَقَالَ أَبُو بَكْرٍ, وَكَانَ رَجُلًا رَقِيقًا: “يَا عُمَرُ صَلِّ بِالنَّاسِ” فَقَالَ لَهُ عُمَرُ: “أَنْتَ أَحَقُّ بِذَلِكَ” فَصَلَّى أَبُو بَكْرٍ تِلْكَ الْأَيَّامَ.
“Saat sakit Nabi shallallahu’alaihiwasallam semakin parah, beliau berkata, “Sudah shalatkah orang-orang?”.
“Belum, mereka menunggumu” jawab kami.
“Ambilkan untukku air di ember” perintah beliau.
Kami segera melakukan perintahnya, lalu beliau mandi. Tatkala akan bangkit berdiri, beliau tidak sadarkan diri.
Kemudian saat siuman beliau bertanya, “Sudahkah orang-orang shalat?”.
“Belum, mereka menunggumu wahai Rasulullah” jawab kami.
“Ambilkan untukku air di ember” perintah beliau.
Beliau duduk lalu mandi. Tatkala akan bangkit berdiri, beliau kembali tidak sadarkan diri.
Setelah siuman beliau bertanya, “Sudahkah orang-orang shalat?”.
“Belum, mereka menunggumu wahai Rasulullah” jawab kami.
“Ambilkan untukku air di ember” perintah beliau.
Beliau duduk lalu mandi. Tatkala akan bangkit berdiri, beliau kembali tidak sadarkan diri. Kemudian saat siuman beliau bertanya, “Sudahkah orang-orang shalat?”.
“Belum, mereka masih menunggumu wahai Rasulullah” jawab kami.
Saat itu para sahabat berdiam di masjid menunggu kedatangan Nabi shallallahu’alaihiwasallam untuk mengimami shalat Isya di akhir malam.
Nabi shallallahu’alaihiwasallam mengirim utusan ke Abu Bakar, memerintahkan beliau mengimami orang-orang.
Utusan Rasul mendatangi Abu Bakar seraya berkata, “Sesungguhnya Rasulullah shallallahu’alaihi wasallam menginstruksikan padamu agar engkau mengimami kaum muslimin”.
Abu Bakar adalah seorang yang amat perasa, beliau berkata, “Wahai Umar imamilah mereka!”.
“Engkau lebih pantas untuk itu”.
Abu Bakar pun mengimami kaum muslimin hari-hari itu”. HR. Bukhari (hal. 138 no. 687).
Pembantu kesayangan Rasul shallallahu’alaihiwasallam; Anas bin Malik radhiyallahu’anhu menambahkan,
“أَنَّ أَبَا بَكْرٍ كَانَ يُصَلِّي لَهُمْ فِي وَجَعِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الَّذِي تُوُفِّيَ فِيهِ، حَتَّى إِذَا كَانَ يَوْمُ الِاثْنَيْنِ وَهُمْ صُفُوفٌ فِي الصَّلَاةِ، فَكَشَفَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ سِتْرَ الْحُجْرَةِ يَنْظُرُ إِلَيْنَا، وَهُوَ قَائِمٌ، كَأَنَّ وَجْهَهُ وَرَقَةُ مُصْحَفٍ، ثُمَّ تَبَسَّمَ يَضْحَكُ، فَهَمَمْنَا أَنْ نَفْتَتِنَ مِنْ الْفَرَحِ بِرُؤْيَةِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، فَنَكَصَ أَبُو بَكْرٍ عَلَى عَقِبَيْهِ لِيَصِلَ الصَّفَّ، وَظَنَّ أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ خَارِجٌ إِلَى الصَّلَاةِ، فَأَشَارَ إِلَيْنَا النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنْ أَتِمُّوا صَلَاتَكُمْ، وَأَرْخَى السِّتْرَ، فَتُوُفِّيَ مِنْ يَوْمِهِ”.
“Saat Nabi shallallahu’alaihiwasallam sakit menjelang wafatnya, Abu Bakar lah yang mengimami para sahabat.
Ketika masuk hari Senin, saat itu para sahabat sedang duduk berbaris-baris menunggu shalat. Tiba-tiba Nabi shallallahu’alaihiwasallam membuka tirai pintu rumahnya untuk melihat kami. Beliau berdiri, wajahnya (bersinar indah) bagaikan kertas mushaf. Lalu beliau tersenyum bahagia. Hampir saja kami bubar karena amat bergembira melihat Nabi shallallahu’alaihiwasallam.
Abu Bakar bergerak mundur untuk bergabung dengan shaf para makmum, Karena mengira bahwa Nabi shallallahu’alaihiwasallam akan keluar untuk shalat. Nabi shallallahu’alaihi wasallam mengisyaratkan agar kami meneruskan shalat. Lalu menutup tirai pintunya dan wafat pada hari itu”. HR. Bukhari (hal. 136 no. 680).
Kaum muslimin dan muslimat yang kami hormati…
Pelajaran berharga yang bisa dipetik bertaburan dalam sepenggal kisah wafatnya Rasulullah shallallahu’alaihiwasallam tersebut di atas.
Di antara pelajaran yang terpenting adalah: betapa besar perhatian beliau terhadap perkara shalat. Di shalat Maghrib, yang merupakan shalat terakhir beliau mengimami kaum muslimin, dalam kondisi sakit yang luar biasa parahnya, beliau membaca surat al-Mursalat, yang panjangnya 50 ayat!
Bagaimana dengan kebanyakan kita, yang selalu memilih surat-surat pendek, terutama saat shalat sendirian. Sehingga hampir-hampir selama sekian puluh tahun melakukan shalat, surat yang dibaca tidak lepas dari al-Ikhlas, al-‘Ashr dan al-Kautsar. Panjang-panjangnya: surat al-Falaq dan an-Nas!
Kemudian, lihatlah bagaimana perjuangan Nabi shallallahu’alaihiwasallam agar bisa menunaikan shalat Isya bersama para sahabatnya! Beliau ‘jatuh-bangun’, dan sempat tidak sadarkan diri tiga kali, serta mandi hingga berkali-kali, demi menyegarkan tubuhnya, supaya bisa ke masjid! Padahal sebenarnya, seorang insan yang dalam kondisi sakit seperti itu, ia berhak mendapatkan keringanan untuk shalat di rumah.
Bagaimana dengan kita yang kerap ogah-ogahan ke masjid? Shalat sering dikalahkan dengan tugas kantor, pekerjaan sekolah, menjaga toko, menunggu sawah dan seabreg urusan duniawi lainnya.
Tubuh sehat dan badan bugar, namun masih sering enggan pergi ke masjid! Bahkan mungkin ada sebagian orang yang tatkala ditegur mengapa tidak ke masjid, dia menjawab, “Sedang sakit!”. Manakala ditanya apa sakitnya, dengan enteng dia menimpali, “Sakit panu!”. Hanya kepada Allah sajalah kita mengadu..
Bandingkan dengan Rasulullah shallallahu’alaihiwasallam yang saat menderita sakit parah seperti itu tetap berusaha pergi ke masjid, walaupun harus dipapah oleh dua orang sahabat. Aisyah radhiyallahu’anha mengisahkan,
فَوَجَدَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مِنْ نَفْسِهِ خِفَّةً فَخَرَجَ يُهَادَى بَيْنَ رَجُلَيْنِ كَأَنِّي أَنْظُرُ رِجْلَيْهِ تَخُطَّانِ مِنْ الْوَجَعِ
“(Suatu hari) Nabi shallallahu’alaihiwasallam merasa agak mendingan, maka beliaupun keluar (menuju masjid) dengan dipapah dua orang. Aku melihat kedua kakinya tidak menapak tanah karena sakit yang dideritanya”. HR. Bukhari.
Semoga sepenggal kisah wafat Rasulullah shallallahu’alaihiwasallam bisa memberikan inspirasi pada kita untuk lebih meningkatkan kembali perhatian kita pada ibadah amaliah teragung dalam Islam, yakni: shalat.
Amîn yâ Mujîbas sâ’ilîn…
نفعني الله وإياكم بالقرآن العظيم، وبسنة سيد المرسلين.
أقول قولي هذا، وأستغفره العظيم الجليلَ لي ولكم، ولجميع المسلمين من كل ذنب، فاستغفروه؛ إنه هو الغفور الرحيم…
Khutbah Kedua
الحمد لله الواحد القهار، الرحيمِ الغفار، أحمده تعالى على فضله المدرار، وأشكره على نعمه الغِزار، وأشهد أن لا إله إلا الله وحده لا شريك له العزيز الجبار، وأشهد أن نبينا محمداً عبده ورسوله المصطفى المختار، صلى الله عليه وعلى آله الطيبين الأطهار، وإخونه الأبرار، وأصحابه الأخيار، ومن تبعهم بإحسان ما تعاقب الليل والنهار.
Kaum muslimin dan muslimat yang kami cintai…
Di antara bentuk perhatian ekstra Nabi shallallahu’alaihiwasallam kepada perkara shalat, wasiat beliau kepada para orang tua agar memperhatikan pendidikan shalat untuk putra-putri mereka.
Beliau berpesan,
“مُرُوا أَوْلَادَكُمْ بِالصَّلَاةِ وَهُمْ أَبْنَاءُ سَبْعِ سِنِينَ، وَاضْرِبُوهُمْ عَلَيْهَا وَهُمْ أَبْنَاءُ عَشْر”.
“Perintahkanlah anak-anak kalian untuk shalat saat berumur tujuh tahun, dan pukullah jika enggan saat mereka berumur sepuluh tahun”. HR. Abu Dawud (I/239 no. 495) dan dinilai sahih oleh al-Albani[2].
Alangkah indahnya saat adzan dikumandangkan, para bapak beserta putra-putranya berbondong-bondong menuju ke masjid memenuhi panggilan suci itu.
Namun kenyataan yang ada saat ini amat menyedihkan! Betapa banyak anak-anak yang telah berusia dewasa, sama sekali tidak pernah menginjakkan kakinya ke masjid! Apakah kiranya jawaban yang dipersiapkan orang tua mereka, manakala kelak ditanya oleh Allah tabaraka wa ta’ala di padang mahsyar, tentang amanah anak yang telah diembankan-Nya pada mereka?
هذا؛ وصلوا سلموا -رحمكم الله- على سيد الأولين والآخرين، كما أمركم بذلك رب العالمين، فقال تعالى قولاً كريماً: “إِنَّ اللَّهَ وَمَلَائِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلَى النَّبِيِّ يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا صَلُّوا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوا تَسْلِيماً”.
اللهم صل على محمد وعلى آل محمد كما صليت على إبراهيم وعلى آل إبراهيم إنك حميد مجيد, اللهم بارك على محمد وعلى آل محمد كما باركت على إبراهيم وعلى آل إبراهيم إنك حميد مجيد.
ربنا ظلمنا أنفسنا وإن لم تغفر لنا وترحمنا لنكونن من الخاسرين
ربنا اغفر لنا ولإخواننا الذين سبقونا بالإيمان ولا تجعل في قلوبنا غلا للذين آمنوا ربنا إنك رؤوف رحيم
ربنا لا تزغ قلوبنا بعد إذ هديتنا وهب لنا من لدنك رحمة إنك أنت الوهاب
ربنا آتنا في الدنيا حسنة وفي الآخرة حسنة وقنا عذاب النار
وصلى الله على نبينا محمد وعلى آله وصحبه ومن تبعهم بإحسان إلى يوم الدين
وآخر دعوانا أن الحمد لله رب العالمين. أقيموا الصلاة…
@ Pesantren “Tunas Ilmu” Kedungwuluh Purbalingga, 1 Rajab 1432 / 3 Juni 2011
Artikel asli: https://tunasilmu.com/sepenggal-kisah-wafatnya-rasulullah-shallallahualaihiwasallam/